Tabuh berbunyi gemparkan alam sunyi
Berkumandang suara azan..
Mendayung memecah sepi..
Selang seling sahutan ayam..
......
Begitulah peristiwa disubuh hari..
Setiap pagi..setiap hari..
Seringkali manusia lupa memikirkan bagaimana penciptanya menciptakannya, sehingga berulang kali lagu-lagu pengingat, gemuruh-gemuruh bait saran, cerita-cerita pendek petuah, mendendangkan lagu syair pengingat manusia..Tapi nun jauh si pemilik jiwa masih sibuk menata dimana seharusnya dia menempatkan ini dan itu dalam hatinya..menata benaknya bingung entah kemana tujuan hidupnya berlaku..
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Jam 13.00 siang itu begitu sunyi tapi ramai, ramai suara hingar bingar manusia memainkan simfoni rutinitas kehidupan, melodi tangis, melodi bahagia, remuk redam amarah dan nyanyian jiwa sayup-sayup mengalir melalui gendang telingaku.. Tapi jiwa ini sungguh hanya seperti berada dalam sebuah gua yang bagian luarnya dilewati sekawanan hewan-hewan raksasa yang sedang bermigrasi, memikirkan hal lain, memikirkan detik-detik perjalanannya 1-2 jam mendatang di ruang operasi..
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Manusia mondar-mandir sibuk menari dan bersuara tanpa henti, cepat sehingga seperti halnya cahaya lampu mobil dijalan raya dan hanya terlihat seperti pesatnya lintasan cahaya, tapi kadang melambat dan membisu tak terdengar padahal bersuara.. seperti ada yang punya kendali dan kuasa atas segala sesuatu. Aku mulai sadar, mencoba memejamkan mata untuk tidur, tapi sulit.. ada 3 orang pasien yang siap digiring ke dalam, termasuk aku, lalu ada 1 orang pasien yang baru saja siuman dari operasi yang dijalaninya. Selalu ada cerita di setiap baitnya..
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Perempuan kecil itu tersedu-sedu, ibunya mencoba menenangkan di sebelahnya. Aku tersenyum pada anak itu, tapi senyumku dibalas dengan tatapan sendu yang penuh dengan air mata. Dia akan menjalani operasi tonsilitis kata ibunya. Ia baru saja berusia 9 tahun, kelas 4 SD, ibunya yang bersemangat dan tak pernah lepas senyum sembari mengedarkan senyum ke semua pasien di sana. Lalu mengatakan sesuatu yang tidak kuduga sebelumnya..”Semangat semuanya...”. Tidak hanya anaknya yang coba dia hibur , tapi seluruh pasien yang ada disana. Dari balik masker hijau toska, sang dokter anastesi tersenyum di pojok ruangan, terlihat dari lipatan-lipatan khas senyuman, aku mencoba menerka. ‘Seharusnya mungkin aku yang menyemangati disana’, kucoba menebak lagi apa yang ada di benaknya. Aku hanya mengepalkan tangan, tanpa bicara kepada sang ibu. Kekuatannya menyemangati.
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Laki-laki di tempat tidur sebelahku tidak tersenyum atau terpengaruh sedikitpun pada perkataan sang ibu, dia hanya diam sambil meringis. Entah sakit, entah khawatir akan menuju ruangan operasi. Susterpun mendekatinya, “Pak Ridwan ayo kita masuk ruangan, berdoalah yang banyak ya pak, karena nanti akan bius total”..Tangan si laki-laki memegang tangan suster..”Suster, saya tidak akan meninggal kan..?”. Suster berkata..”Tidaklah pak, bapak pasti sembuh..” dan troli pesakitan Pak Ridwan kemudian dibawa masuk ke dalam ruang operasi 1. Aku menengok pada papan jadwal operasi yang terpampang besar di sana, atas nama Pak Ridwan, di bagian penyakit tertulis Multitumor dan komplikasi. Wajar..fikirku..jika si bapak itu begitu takut. Kulihat nama-nama lain hari itu, dan kulihat nama Nn. Dian yang baru kuketahui nama anak sang ibu tadi yang akan menjalani operasi tonsilitis. Hm..hari ini..Dr Ferdi yang nanti akan mengoperasiku ternyata juga akan mengadakan 3 operasi lainnya. Operasi Kanker colon, kista dan kanker payudara dalam jarak yang pendek-pendek yaitu berselang 1 jam satu sama lain.
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Tiba-tiba seorang perempuan yang kira-kira berumur menjelang 50 dipapah suster masuk kedalam karena ia menangis. Suster itu bertanya pada temannya, “Dr Ferdi sudah siap? Nyonya ini harus segera dioperasi, karena menunggu terlalu lama membuatnya nervous.”. Dokter anastesi yang tadi berteriak..”Ini siapa yang mau membius lokal? Kenapa tidak ada yang mau? Hah..!”. Kufikir betapa tidak profesionalnya ia menunjukkan hal itu di depan seluruh pasien, mau tau apa pasien, karena yang kami butuhkan hanya ketenangan menjelang operasi kami dimulai. Jahat sekali malah membuat pasien merasa bahwa kami adalah sesuatu barang yang saling dilempar satu sama lain. Nyonya itu berkata.”dokter..suami saya harus bisa punya anak dokter..ayo cepat operasi kista saya dokter..” dan tiba-tiba dia pingsan dan kemudian iring-iringan perawat dan dokter membawanya ke ruang operasi.
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Tidak lama Dianpun dibawa ke dalam untuk operasinya, matanya masih sembab tapi dia sudah berhenti nangis. Ibunya melambai tangan padanya. Aku mencoba tidur lagi, tak terbayang jika nanti dibius total, tetapi ternyata gagal, sehingga bisa mendengar suara scalpel atau alat-alat lainnya mengeksisi tubuhku ..Astaghfirullah..jangan sampai.. aku berdzikir terus..lalu tertidur beberapa lama dan terbangun karena mendengar suster berkata, “Bu Evi..ini kanker pada colonnya sudah sangat akut dan bisa dilihat..ini..bla bla.bla,. “Aku melihat suster mengantungkan kanker itu beberapa cm dari tempatnya ke udara dan menunjukkan bagian-bagian berlemaknya kepada salah satu keluarga pasien.. Aku merinding sedikit dan meneruskan dzikir..
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
...How great and how great the creatures..
Lagu God Is the light memenuhi atmosfer rongga kepalaku..Di saat begini aku merasa..infus ini tiada bandingannya dibanding Allah yang bahkan lebih dekat dari urat nadi kita, merasakan betapa besar kekuatan Allah membolak-balik hati kita, menentukan nasib kita..menentukan kekutan kita..bisa membuat diri jadi pasrah ataupun tegar, dengan cara apapun..dengan metodeNya.. Aku mendengar namaku dipanggil, suster berbicara, tapi aku tidak dengar apa-apa, troliku diarahkan menuju ruangan itu, kebawah lampu-lampu besar itu, dokter mulai memindahkanku ke meja operasi. Semuanya cepat, semuanya bersuara tapi aku tak bisa mendengar..seperti pasrah dan fokus pada yang lain.. tangan kiriku ditaruh ke meja kecil disebelahku.. Anastesi dimulai.. Bius total.. Mulai sayup.. ada suara takbir.. pelan lalu hilang.. Dan hanya rasa syukur yang meminta untuk izin menghinggapi hati..
Luh pesan senandung irama merdu melambai..memberi makna.
Bekasi, 3 Mei 2010
Ayu Arrayyan